JUDUL : MENULIS KRITIK SASTRA
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Hakekat Kritik Sastra
1.2 Prinsip Menyusun Kritik Sastra
BAB 2 JENIS KRITIK SASTRA
2.1 Kritik Mimetik
2.2 Kritik Pragmatik
2.3 Kritik Ekspresif
2.4 Kritik Objektif
BAB 3 FUNGSI DAN MANFAAT KRITIK SASTRA
3.1 Fungsi Kritik Sastra
3.2 Manfaat Kritik Sastra
3.3 Contoh Kritik Sastra
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Hakekat Kritik Sastra
Secara etimologis, kata kritik berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata krinein (menghakimi, membanding, menimbang). Kata krinein menjadi bentuk dasar bagi kata kreterion (dasar, pertimbangan, penghakiman). Orang yang melakukan pertimbangan / penghakiman disebut krites yang berarti hakim. Bentuk krites inilah yang menjadi dasar kata kritik.
Secara harafiah, kritik sastra adalah upaya menentukan nilai hakiki karya sastra dalam bentuk memberi pujian, mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan lewat pemahaman dan penafsiran yang sistemik.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1997 : 531 ), disebutkan kritik adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap sesuatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Sedangkan esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya (Depdikbud, 1997: 270 ).
H.B. Jasin mengemukakan bahwa kritik kesusastraan adalah pertimbangan baik atau buruk suatu hasil kesusastraan. Pertimbangan itu disertai dengan alasan mengenai isi dan bentuk karya sastra. Widyamartaya dan Sudiati (2004 : 117) berpendapat bahwa kritik sastra adalah pengamatan yang teliti, perbandingan yang tepat, dan pertimbangan yang adil terhadap baik-buruknya kualitas, nilai, kebenaran suatu karya sastra. Memberikan kritik dan esai dapat beromanfaat untuk memberikan panduan yang memadai kepada pembaca tentang kualitas sebuah karya. Di samping itu, penulis karya tersebut akan memperleh masukan, terutama tentang kelemahannya.
1.2 Prinsip Menyusun Kritik Sastra
Kritik Sasatra memiliki beberapa prinsip, yakni sebagai berikut :
a. Pokok persoalan yang dibahas harus layak untuk diulas dan hasil ulasannya harus memberikan keterangan atau memperlihatkan sebab musabab yang berkaitan dengan suatu peristiwa yang nyata. Jadi yang terpenting bukan apa yang diulas, tetapi bagaimana cara penulis memberikan ulasannya.
b. Pendekatan yang digunakan harus jelas, apakah persoalan didekati dengan pendekatan faktual atau imajinatif ? Pendekatan faktual maksudnya mendekati pokok persoalan berdasarkan fakta dan datanya sebagaimana diserap pancaindra. Pendekatan imajinatif maksudnya mendekati pokok persoalan berdasarkan apa yang dibayangkan atau diangankan.
c. Ulasan yang menggunakan pendekatan faktual harus didukung oleh fakta yang nyata dan objektif. Penulis tidak bleh mengubah fakta untuk mendukung pandangannya. Pernyataan yang diungkapkan harus jelas, jangan samar-samar, harus dapat dipercaya, tidak disangsikan atau disangkal, dan dapat dibuktikan kebenarannya.
d. Pernyataan yang diungkapkan harus jelas, jangan samar-samar, harus dapat dipercaya, tidak disangsikan atau disangkal, dan dapat dibuktikan kebenarannya.
BAB II
JENIS KRITIK SASTRA
Berdasarkan pendekatannya terhadap karya sastra, kritik sastra dapat pula digolongkan ke dalam empat jenis (Abrahams;1981) yakni sebagai berikut :
2.1 Kritik Mimetik
Kritik Mimetik (mimetic criticism), yaitu kritik pada jenis ini memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam. Sastra merupakan pencerminan/penggambaran dunia kehidupan. Sehingga kriteria yang digunakan kritikus sejauh mana karya sastra mampu menggambarkan objek yang sebenarnya. Semakin jelas karya sastra menggambarkan realita semakin baguslah karya sastra itu. Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato yang menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan.
Di Indonesia, kritik jenis ini banyak digunakan pada Angk. 45. Contoh lain misalnya:
1. Novel Indonesia Mutakhir: Sebuah Kritik, Jakob Sumardjo
2. Novel Indonesia Populer, Jakob Sumardjo
2.2 Kritik Pragmatik
Kritik Pragmatik (pragmatic criticism), yaitu kritikmemandang karya sastra terutama sebagai alat untuk mencapai tujuan (mendapatkan sesuatu yang daharapkan). Sementara tujuan karya sastra pada umumnya: edukatif, estetis, atau politis. Dengan kata lain, kritik ini cenderung menilai karya sastra atas keberhasilannya mencapai tujuan.
Ada yang berpendapat, bahwa kritik jenis ini lebih bergantung pada pembacanya (reseptif). Kritik jenis ini berkembang pada Angkatan Balai Pustaka. STA pernah menulis kritik jenis ini yang dibukukan dengan judul Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan.
2.3 Kritik Ekspresif
Kritik Ekspresif, yakni kritik yang menitikberatkan pada pengarang. Kritik ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan pengelihatan mata batin pengarang/keadaan pikirannya.
Pendekatan ini sering mencari fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang sadar/tidak, telah membuka dirinya dalam karyanya. Umumnya, sastrawan romantik jaman BP/PB menggunakan orientasi ekspresif ini dalam teori-teori kritikannya. Di Indonesia, contoh kritik sastra jenis ini antara lain:
1. Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan, karya Arif Budiman
2. Di Balik Sejumlah Nama, Linus Suryadi
3. Sosok Pribadi Dalam Sajak, Subagio Sastro Wardoyo
4. WS Rendra dan Imajinasinya, Anton J. Lakepan
2.4 Kritik Objektif
Kritik Objektif, yaitu kritik yang memandang karya sastra sebagai sesuatu yang mandiri, bebas terhadap sekitarnya, bebas dari penyair, pembaca, dan dunia sekitarnya. Karya sastra merupakan sebuah keseluruhan yang mencakupi dirinya, tersusun dari bagian-bagian yang saling berjalinan erat secara batiniah dan mengehndaki pertimbangan dan analitis dengan kriteria-kriteria intrinsik berdasarkan keberadaan (kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan saling berhubungan antarunsur-unsur pembentuknya).
Jadi, unsur intrinsik (objektif)) tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga mencakup kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dan sebagainya.
Pendekatan kritik sastra jenis ini menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri.
Kritik jenis ini mulai berkembang sejak tahun 20-an dan melahirkan teori-teori :
1. New Critics (Kritikus Baru di AS)
2. Kritikus formalis di Eropa
3. Para strukturalis Perancis
BAB III
FUNGSI DAN MANFAAT KRITIK SASTRA
3.1 Fungsi Kritik Sastra
Menurut Pradopo fungsi utama kritik sastra dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
1. Untuk perkembangan ilmu sastra sendiri. Kritik sastra dapat membantu penyusunan teori sastra dan sejarah sastra. Hal ini tersirat dalam ungkapan Rene wellek “karya sastra itu tidak dapat dianalisis, digolong-golongkan, dan dinilai tanpa dukungan prinsip-prinsip kritik sastra.”.
2. Untuk perkembangan kesusastraan, maksudnya adalah kritik sastra membantu perkembangan kesusastraan suatu bangsa dengan menjelaskan karya sastra mengenai baik buruknya karya sastra dan menunjukkan daerah-daerah jangkauan persoalan karya sastra.
3. Sebagai penerangan masyarakat pada umumnya yang menginginkan penjelasan tentang karya sastra, kritik sastra menguraikan (mengsnalisis, menginterpretasi, dan menilai) karya sastra agar masyarakat umum dapat mengambil manfaat kritik sastra ini bagi pemahaman dan apresiasinya terhadap karya sastra (Pradopo, 2009: 93).
Berdasarkan uraian di atas dapat digolongkan kembali fungsi kritik satra menjadi dua :
1. Fungsi kritik sastra untuk pembaca :
a. Membantu memahami karya sastra
b. Menunjukkan keindahan yang terdapat dalam karya sastra,
c. Menunjukkan parameter atau ukuran dalam menilai suatu karya sastra,
d. Menunjukkan nilai-nilai yang dapat dipetik dari sebuah karya sastra.
2. Fungsi kritik sastra untuk pengarang :
a. Mengetahui kekurangan atau kelemahan karyanya,
b. Mengetahui kelebihan karyanya,
c. Mengetahui masalah-msalah yang mungkin dijadikan tema karangannya.
3.2 Manfaat Kritik Sastra
Manfaat dari kritik sastra dapat diuraikan menjadi :
a. Manfaat kritik sastra bagi penulis:
Memperluas wawasan penulis baik yang berkaitan dengan soal bahasa, objek atau tema-tema karangan, maupun teknik bersastra.
Menumbuhsuburkan motivasi untuk mengarang.
Meningkatkan kualitas karangan.
b. Manfaat kritik sastra bagi pembaca :
Menjembatani kesenjangan antara pembaca kepada karya sastra.
Menumbuhkan kecintaan pembaca kepada karya sastra.
Meningkatkan kemanpuan mengapresiasi karya sastra.
Membuka mata hati dan pikirtan pembaca akan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra.
c. Manfaat kritik sastra bagi perkembangan sastra :
Mendorong laju perkembangan sastra baik kualitatif maupun kuantitatif.
Memperluas cakrawala atau permasalaha yang ada dalam karya sastra.
3.3 Contoh Kritik Sastra
Kritik Sastra Cerpen “Robohnya Surau Kami” Karya A.A Navis
Cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A Navis menyajikan cerpen yang bermuatan religius dengan sangat baik, beliau mengemas dengan amat hati-hati agar tidak terjadi kesalahpahaman dan dianggap sebagai karya sesat. Cerpen Robohnya Surau Kami, sebenarnya yang terjadi pada cerpen tersebut bukanlah tentang suaru yang roboh atau runtuh, melainkan ideologilah keagamaan yang runduh.
Cerpen Robohnya Surau Kami menceritakan tentang seorang yang biasa dipanggil Kakek, Kakek adalah seorang yang tidak mempunyai pekerjaan, yang dilakukan setiap harinya adalah menjaga surau dan beribadah di surau tersebut. Kakek pandai mengasah pisau dan gunting, serta banyak juga yang meminta tolong kepadanya untuk diasah pisau atau guntingnya. Namun, ia tidak pernah meminta imbalan apapun, dan orang yang meminta tolong pun memberi imbalan seperti rokok dan makanan. Kakek tidak mempunyai penghasilan dari mana pun, ia hanya mendapatkan dari sedekah dan uang-uang hari raya.
Sekarang suarau itu sudah tidak terawat lagi, orang-orang yang mencabuti papan pada surau untuk keperluan pribadi, anak-anak kecil bermain di dalam surau, dan banyak pula yang mengambil bahan-bahan bangunan yang masih bisa dimanfaatkan. Sekali lihat pun orang-orang yang lewat di sekitar suarau pasti mengetahui bahwa tidak lama lagi surau tersebut akan roboh. Itu semua dikarenakan tidak ada lagi yang mengurus surau, karena Kakek telah meninggal dunia.
Sebelum meninggal dunia. Kakek didatangi oleh Ajo Sidi, seorang pembual yang kerjanya hanya menyebarkan cerita-cerita yang tidak dapat dipercaya. Suatu hari Ajo Sidi mendatangi Kakek dan menceritakan tentang keadaan di neraka. Dia bercerita bahwa disaat penghitungan amal, terdapat seorang haji, yang bernama Haji Saleh. Tuhan bertanya kepada Haji Saleh tentang kehidupannya dan Haji Saleh pun menjelaskan kehidupannya yang selalu taat beribadah dan selalu bertaqwa kepada Tuhan. Namun Haji Saleh dimasukkan ke dalam neraka oleh Malaikat atas perintah Tuhan. Haji Saleh yang tidak terima atas hukuman yang dijatuhi kepadanya, memprotes kepada Tuhan. Akhirnya Tuhan menceritakan kenapa Haji Saleh dimasukkan ke dalam neraka. Haji Saleh dimasukkan ke dalam neraka karena semasa hidupnya, ia hanya memikirkan keadaan dirinya sendiri, tidak peduli terhadap keadaan di sekitarnya, Tuhan menganjurkan untuk beribadah dan beramal kepada yang kurang mampu, tetapi Haji Saleh hanya beramal kepada orang lain, namun keluarganya sendiri dilupakan. Kesalahan lainnya adalah karena Haji Saleh hanya beribadah dan malasbekerja sehingga tidak mempunyai apa-apa untuk dimalkan lagi., padahal sesungguhnya ia mampu bekerja dan beramal. setelah mendengar kata-kata Tuhan, Haji Saleh dan pengikutnya yang ikut protes terdiam dan kembali dimasukkan ke dalam neraka.
Mendengar cerita itu, Kakek secara tidak langsung merasa tersindir dan marah kepada Ajo Sidi. Kemudian sepeninggal Ajo Sidi, Kakek menjadi pemurung, berbeda dari tingkat lakunya yang biasa. Bahkan Kakek sempat mengasah pisau untuk menggorok leher si Ajo Sidi karena tersinggung dengan ceritanya.
Keesokan harinya, didapati kabar bahwa Kakek meninggal di surau. Keadaanya sangat mengerikan, ia menggorok lehernya sendiri dengan pisau cukur. Ajo Sidi menjadi orang yang pertama terjadi, mengingat karena ulah dialah Kakek bunuh diri, akibatdari cerita yang ia kabarkan. Namun setelah didatangi,Ajo Sidi tidak ada di rumah dan ketika ditanya istrinya menjawab bahwa suaminya sedang pergi bekerja.
Setelah membacacerpen ini, saya seperti memaca kembali dongeng-dongeng anak muslim yang menceritakan sisi lain dari kehidupan beragama. Seperti yang diketahui, tokoh Kakek atau pun Haji Saleh dalam cerita Ajo Sidi mempunyai suatu kesamaan, yaitu hanya orang yang giat beribadah. Namun mereka berdua lupa akan perintah Tuhan yang sederhana, yaitu memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dibalik kesempurnaan yang tampak, di dalamnya pasti ada kecacatan besar yang tidak tampak.
Di dalam cerpen ini juga tersirat beberapa simbol, salah satunya adalah robohnya suarau. Surau dapat diumpamakan sebagai suatu ideologi keagamaan Kakek yang runtuh seketika karena cerita Ajo Sidi. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan makna sebenarnya yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah keruntuhan ideologi beragama akibat sebuah kesalahan kecil yang sangat fatal.
Melihat isi cerpen Robohnya Surau Kami, saya berpendapat bahwa unsur keagamaan yang ditampilkan sangat kental, oleh karena itu sangat memungkinkan bahwa pengarang yaitu, A.A Navis sangat cermat melukiskannya. Secara logika, tidak mungkin cerpen religius seperti ini dibuat oleh orang yang tanpa pengetahuan agama atau orang yang tidak taat beragama.
A.Anavis merupakann seorang Haji dan budayawan yang bergerak di bidang kemanusiaan. Cerpen ini dibuatdengan latar belakangi dua alasan tadi, Semua cerita itu dikemas secara sinkronisasi oleh A.A Navis menggabungkan antara unsur-unsur kemanusiaan dan keagamaan. Memang keduanya sangat berkaitan erat, bagaimana sikap untuk memanusiakan manusiadan saling tolong-menolong antar umat beragama terdapat dalam ajaran agama manapun. Secara tidak langsung pesan yang disampaikan menyangkut semua umat beragama, bukan hanya agama Islam saja.
Mungkin batasan agama yang terdapat dalam cerpen terdapat pada pemilihan kata “surau”. Kata “surau” identik dengan tempat beribadah umat muslim. Sehingga para pembaca awam yang memeluk agama selain Islam merasa cerpen ini diperuntukkan hanya untuk umat muslim saja. Seandainya kata “surau” diganti dengan “tempat beribadah” saja mungkin akan lebih menaikan nilai jual cerpen ini. Lalu kekurangan lainnya terdapat pada tokoh “aku”. Tokoh Aku pada cerpen iniseharusnya tidak perlu ditampilkan, karena tidak berpengaruh pada jalannya cerita. Gaya flashback yang digunakan juga terasa kurang tepat karena pembaca sudah mengetahui riwayat tokoh Kakek pada awal cerpen, gaya flashback ini justru mengurangi susspence pada cerita.
DAFTAR PUSTAKA
Semi, Atar. 1989. Kritik Sastra. Bandung : Angkasa.
Rohmadi, Muhammad dan Yuli Kusumawati. 2008. Bahasa dan Sastra Indonesia 3. Jakarta: Pusat Perbukuan.
Tarigan, Henry Guntur. 2011. Prisip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung : Angkasa.
Kritik sastra memang dibutuhkan untuk mengomentari karya yang telah dibuat oleh seorang penulis atau sastrawan. Dengan begitu dapat dilihat apakah karya tersebut sudah bagus atau belum berdasarkan sudut pandang si pembaca. Jadi, apabila Goodpeople-- ingin mengkritik suatu karya sastra, maka lakukanlah sesuai dengan aturan yang ada.
Post saya selanjutnya yakni mengenai . Apa itu esai ? Apa saja jenis esai ? dan Bagaimana menulis esai ? Silakan baca selengkapnya agar tahu dan mengerti mengenai Menulis Esai.
2 komentar
Write komentarbagus
Replykritik sastra sangat bermanfaat untu seorang guru Bahasa Indonesia, sebagai refleksi dalam kehidupan.
ReplyEmoticonEmoticon